Saya Tidak Sengaja Menjatuhkan Celengan Anak Laki-Laki Saya yang Berusia 14 Tahun yang Belum Pernah Saya Lihat Sebelumnya — Saya Terkejut Dengan Apa yang Ada Di Dalamnya

Cerita yang menarik

Marie selalu bangga dengan kehidupan tenang yang telah dia bangun untuk keluarganya. Tinggal di rumah sederhana di pinggiran kota bersama suaminya, David, dan putra mereka yang berusia 14 tahun, Jake, adalah segala yang dia harapkan. Namun pada hari libur yang langka dari pekerjaan, ketika rumah kosong dan sepi, sesuatu terjadi yang akan menghancurkan segalanya.

Hari itu dimulai seperti biasanya. Marie bergerak di sekitar rumah, dengan telaten melipat pakaian, membersihkan meja, dan menyiapkan makan malam. Suaminya, David, sedang pergi dalam perjalanan bisnis lainnya, dan Jake sedang di sekolah. Itu adalah jenis hari yang sudah biasa bagi Marie, sendirian di rumah, mengurus pekerjaan rumah sementara kehidupan terus berjalan di luar sana.

Marie masuk ke kamar Jake untuk merapikan. Seperti yang diharapkan, kamarnya berantakan. Pakaian berserakan di lantai, kertas-kertas menumpuk di meja, dan berbagai mainan terlupakan ada di setiap sudut. “Tipikal remaja,” gumamnya pelan, setengah tersenyum.

Saat dia bekerja, Marie melihat sesuatu yang tidak biasa—sebuah celengan kecil yang berdebu tersembunyi di balik pintu lemari. Penasaran, dia meraihnya, merasakan beratnya di tangannya. Rasanya lebih berat dari yang seharusnya. “Apa yang ada di dalamnya?” dia bertanya pada dirinya sendiri. Tanpa berpikir, dia membalik celengan dan mengocokkannya. Keramik itu terlepas dari genggamannya, jatuh ke lantai dengan suara pecahan yang tajam.

“Oh tidak!” Marie terkejut saat berlutut untuk mengumpulkan potongan-potongan itu. Tetapi saat dia melakukannya, jarinya menyentuh sesuatu yang aneh. Di antara serpihan celengan yang pecah, ada beberapa lembar uang seratus dolar. Jantungnya berdebar. Dia mengumpulkan uang itu, menghitung lebih dari seribu dolar. Ini bukan uang milik Jake. Mereka tidak pernah memberikan uang sebanyak itu kepadanya.

Tapi masih ada yang lebih mengejutkan. Dia melihat setumpuk foto kecil yang terjepit di antara uang itu. Ragu-ragu, dia membalik foto-foto itu. Jantungnya berdegup lebih kencang dengan setiap gambar. Foto-foto itu menunjukkan David, suaminya, bersama wanita-wanita berbeda. Di setiap foto, mereka tampak dekat—terlalu dekat. Beberapa foto menunjukkan mereka tertawa, sementara yang lainnya menunjukkan mereka berciuman.

Napasku terhenti. “Apa ini?!” bisiknya pada dirinya sendiri, dunianya terasa berputar.

Dia mendengar pintu depan terbuka. “Mom, aku pulang!” seru Jake dari lorong.

Marie dengan cepat menyembunyikan foto-foto dan uang itu di bawah tumpukan pakaian, tangannya gemetar. Dia perlu berbicara dengan Jake, tetapi dia harus mengendalikan emosinya terlebih dahulu. Saat dia keluar untuk menyambutnya, pikirannya berputar.

“Hai, sayang. Bagaimana sekolah?” tanya Marie, berusaha menyembunyikan ketegangan di suaranya.

Jake meletakkan tasnya dan memperhatikannya dengan curiga. “Sama seperti biasanya,” jawabnya, keningnya berkerut saat melihatnya. “Mom, kamu oke? Kamu terlihat pucat.”

Marie memaksakan senyum. “Aku baik-baik saja, cuma sedikit lelah.”

Jake sepertinya tidak yakin. “Kamu yakin?”

Marie mengangguk, senyumnya kaku. “Iya, cuma hari yang panjang. Bagaimana kalau kamu mengerjakan PR dulu? Aku akan mulai memasak sebentar lagi.”

Jake mengangkat bahu dan menuju kamarnya, tetapi Marie tidak bisa menghilangkan perasaan berat di dadanya. Dia membutuhkan jawaban. Apa yang sedang terjadi? Kenapa Jake menyimpan rahasia ini? Dia harus menghadapinya.

Dia kembali ke kamar Jake, jantungnya berdegup kencang. Dia menarik keluar foto-foto dan uang itu dari tumpukan pakaian, menatapnya dengan tak percaya. Gambar-gambar itu, yang semakin menghancurkan, menunjukkan David bersama wanita-wanita yang bukan dirinya. Pria yang telah dia cintai begitu lama telah mengkhianatinya dengan cara yang sangat menyakitkan.

Tangannya gemetar saat dia memanggil Jake turun. “Jake, bisa datang sebentar?”

Jake muncul di pintu, terlihat cemas. “Ada apa, Mom?”

Dia mengangkat foto-foto itu, suaranya hampir seperti bisikan. “Bisa jelaskan ini?”

Wajah Jake berubah pucat. Dia menelan ludah dengan susah payah. “Mom, aku bisa jelaskan…”

“Tolong, jelaskan,” kata Marie, suaranya bergetar.

Jake bergerak tidak nyaman, menghindari tatapannya. “Aku tahu tentang Papa beberapa bulan lalu. Aku mengikutinya suatu hari… dan aku melihat dia bersama wanita lain.” Dia terdiam, rasa bersalah jelas di matanya. “Aku tidak tahu harus berbuat apa. Aku terus mengikutinya dan mengambil foto-foto. Aku tidak ingin mempercayainya.”

Jantung Marie terasa hancur saat mendengarnya. “Kenapa kamu tidak memberitahuku, Jake?”

Jake menunduk, rasa malu tampak jelas di wajahnya. “Aku tidak ingin melukaimu, Mom. Tapi kemudian… aku menghadapi Papa. Aku tunjukkan foto-foto itu padanya, dan dia membayarku untuk diam.”

Mulut Marie terbuka lebar. “Kamu memeras ayahmu?”

Jake mengangguk, suaranya hampir seperti bisikan. “Aku tidak tahu harus berbuat apa lagi. Dia memberiku uang itu, dan aku tidak ingin memberitahumu, tapi aku tidak bisa begitu saja… membiarkannya.”

Marie terkejut. Tidak hanya David yang telah mengkhianatinya, tetapi Jake, putranya sendiri, juga menyimpan rahasia ini darinya. Dia ikut terlibat dalam pengkhianatan ini, menggunakannya untuk kepentingannya sendiri.

“Jake, bagaimana bisa kamu melakukan ini?” tanya Marie, suaranya hampir putus. “Bagaimana bisa kamu menyembunyikan ini dariku?”

Air mata mulai menggenang di mata Jake saat dia berbicara. “Aku minta maaf, Mom. Aku pikir aku sedang melindungimu.”

Beratnya kata-kata Jake menghancurkan hatinya. Bagaimana bisa dia berpikir bahwa menyembunyikan ini darinya adalah bentuk perlindungan? Bagaimana dia bisa membiarkan Marie hidup dalam ketidaktahuan tentang pengkhianatan David?

Marie menghapus air matanya. “Aku butuh waktu untuk berpikir.”

Jake, air mata mengalir di wajahnya, mengangguk diam-diam dan meninggalkan ruangan.

Marie berdiri di tengah kamar Jake, foto-foto itu tergenggam di tangannya. Pengkhianatan ini terlalu berat untuk diterima. Dia perlu mengambil kendali atas hidupnya lagi. Dia tidak bisa tetap tinggal dalam pernikahan ini, dan dia tidak bisa membiarkan ini terus berlanjut.

Keesokan harinya, Marie menghubungi pengacara. Dia butuh jalan keluar, awal yang baru. Keputusan itu sulit, tetapi itu adalah keputusan yang tepat. Dia tidak bisa tetap tinggal bersama pria yang telah menyakitinya seperti ini. Dia harus melindungi dirinya sendiri, dan akhirnya, dia berharap Jake akan mengerti mengapa.

Beberapa hari kemudian, ketika David pulang, Marie sudah siap. Dia menghadapi David dengan foto-foto dan dokumen perceraian.

“Semuanya selesai, David,” katanya dengan dingin. “Aku tahu semuanya.”

David terkejut. “Aku minta maaf, Marie. Aku tidak pernah berniat untuk melukaimu.”

“Sudah terlambat untuk permintaan maaf,” jawab Marie tegas. “Aku selesai.”

Bagian yang paling sulit datang ketika Jake membuat pilihannya. Dia ingin tinggal bersama David. “Aku ingin tinggal bersama Papa,” katanya, menghindari tatapan Marie.

Hati Marie hancur. “Kenapa, Jake? Setelah semuanya?”

Jake menunduk, air mata memenuhi matanya. “Aku hanya… aku tidak bisa tinggal di sini, Mom. Maaf.”

Saat David dan Jake meninggalkan rumah, Marie berdiri sendirian, menyaksikan mereka berjalan pergi. Keheningan di rumah itu begitu memekakkan telinga, tetapi dia tahu ini adalah awal dari sesuatu yang baru. Itu menyakitkan, itu menghancurkan hati, tetapi itu adalah keputusan yang tepat untuknya. Suatu hari, dia berharap Jake akan mengerti mengapa.

Untuk sekarang, Marie harus membangun hidupnya kembali—langkah demi langkah.

Visited 1 times, 1 visit(s) today
Rate article