Natal sering dianggap sebagai musim bahagia, tetapi bagi Cameron, hari itu hanyalah pengingat betapa sulitnya hidup bagi mereka yang kurang beruntung. Malam itu, ia terbaring di atas kardus di luar sebuah toko Walmart, berselimutkan kain lusuh dan mengenakan jaket hitam yang sudah lama tidak ia ganti. Salju turun perlahan, dan orang-orang berlalu-lalang tanpa memperhatikannya.
Dulu, Cameron adalah seorang pengusaha sukses di industri farmasi di Texas. Namun, beberapa hari sebelumnya, hidupnya berubah drastis akibat pengkhianatan sahabatnya, Nicholas, yang juga merupakan rekan bisnisnya. Cameron dan Nicholas melakukan perjalanan ke Florida untuk sebuah kesepakatan bisnis, atau setidaknya itulah yang dikatakan Nicholas. Namun, sesampainya di sana, Cameron menyadari bahwa semua itu hanyalah jebakan untuk menyingkirkannya.
Saat mereka tiba di lokasi pertemuan, seorang pria menghampiri Nicholas dan mengajaknya berbicara secara pribadi. Cameron tetap di dalam mobil, penasaran dengan apa yang sedang dibahas. Tak lama kemudian, ponsel Nicholas yang tertinggal di dalam mobil berdering. Cameron tanpa sengaja melihat layar ponsel tersebut, menampilkan foto Nicholas tengah bermesraan dengan istrinya, Linda. Nama yang tertera di layar adalah “cinta”. Dengan hati berdebar, Cameron mengangkat telepon itu dan mendengar suara Linda di ujung sana.
“Sayang, apakah semuanya berjalan lancar? Apakah kamu sudah berhasil menyingkirkan si bodoh Cameron?”
Dunia Cameron seakan runtuh. Ia segera keluar dari mobil untuk mencari jalan keluar, tetapi dua pria bertubuh besar menghalanginya. Nicholas mendekat dengan seringai licik. “Maaf, Cameron. Aku tidak punya pilihan lain. Kuharap kamu bisa memaafkanku.”
Setelah itu, Cameron tidak ingat apa-apa lagi. Ketika ia sadar, ia mendapati dirinya tergeletak di sebuah terowongan di pinggiran Florida, tubuhnya penuh luka, dan semua barang berharganya telah dicuri. Dengan sisa tenaga, ia berusaha keluar dari tempat itu dan menyusuri jalan raya yang sepi, hingga akhirnya bertemu dengan seorang sopir truk baik hati yang membawanya ke kota serta memberinya selimut tua untuk menghangatkan tubuhnya.
Setibanya di kota, Cameron tak tahu harus berbuat apa. Lapar dan lelah, ia duduk di depan Walmart dengan harapan ada orang yang mau memberinya sedikit makanan. Namun, beberapa orang yang ia mintai bantuan justru mencemoohnya. Bahkan, beberapa orang tua menarik anak-anak mereka menjauh darinya, menyebutnya sebagai “gelandangan menjijikkan”.
Dengan hati hancur, Cameron menundukkan kepala dan menangis. Namun, tiba-tiba, sebuah suara kecil membuatnya mengangkat wajah.
“Ini untukmu, cepat ambil sebelum ibuku tahu!”
Seorang bocah lelaki berusia sekitar tujuh tahun berdiri di hadapannya, mengulurkan sekotak cokelat. “Ini Natal, dan semua orang berhak menikmati cokelat saat Natal. Aku harap kamu menyukainya seperti aku menyukainya!” ucapnya dengan senyuman tulus.
Air mata Cameron mengalir deras. “Terima kasih banyak, Nak! Kamu tidak tahu betapa berharganya ini bagiku!”
“Aku harus pergi sebelum ibuku memarahiku. Selamat Natal!” kata bocah itu sambil berlari kembali ke arah ibunya. Namun, ketika ia berbalik, ia mendapati ibunya, seorang wanita bernama Jade, sudah berdiri dengan tangan di pinggangnya, menatapnya dengan ekspresi tegas.
“Tom, berapa kali Ibu bilang jangan pergi jauh dariku? Banyak orang di sini, kamu bisa tersesat!” tegur Jade.
“Tapi, Bu! Aku mencoba memberitahumu sesuatu, tapi Ibu tidak mendengarkan!” protes Tom.
“Bukankah Ibu sudah membelikan cokelat dan mainan kesukaanmu? Apa lagi yang kamu mau?”
“Bukan untukku, Bu! Ketika kita masuk ke toko tadi, aku melihat tidak ada yang membantunya, jadi aku membeli cokelat ini untuknya!” Tom menunjuk Cameron, yang masih memegang kotak cokelat dengan mata berkaca-kaca.
Jade terdiam sejenak, lalu mengalihkan pandangannya ke Cameron. Ia memperhatikan luka-luka di wajahnya dan bagaimana tubuhnya tampak sangat lemah.
“Kamu butuh bantuan. Aku bisa membawamu ke rumah sakit,” tawarnya.
“Terima kasih! Itu sangat baik sekali! Tapi… bisakah aku meminjam ponselmu? Aku harus…” Cameron belum sempat menyelesaikan kalimatnya ketika rasa pusing menyerangnya. Ia memegangi kepalanya sambil mengerang kesakitan. Melihat kondisinya yang mengkhawatirkan, Jade segera membawanya ke rumah sakit.
Dokter mengatakan bahwa Cameron mengalami cedera kepala serius dan perlu menjalani perawatan beberapa hari. Jade dan Tom memutuskan untuk menemaninya selama ia dirawat. Saat ia sadar keesokan harinya, Cameron menceritakan kisahnya kepada Jade, yang kemudian membantunya melapor ke polisi.
Hari-hari berlalu, dan Jade terus merawat Cameron, membuat hubungan mereka semakin dekat. Ketika kondisinya membaik, Cameron memutuskan kembali ke Texas untuk menuntaskan urusannya. Namun, ia menemukan bahwa perusahaannya telah hancur, sementara Nicholas dan Linda melarikan diri setelah menghabiskan seluruh uangnya.
Setelah beberapa bulan, polisi akhirnya berhasil menangkap Nicholas dan Linda, yang bersembunyi di daerah terpencil di Texas. Cameron segera menceraikan Linda dan memastikan bahwa mereka berdua mendapatkan hukuman yang setimpal.
Dengan hati lega, Cameron kembali ke Florida untuk memulai hidup baru. Ia melamar Jade, dan mereka menikah tak lama kemudian. Kehidupan baru mereka semakin lengkap dengan kelahiran putri kecil mereka, Angela.
Kini, Cameron hidup bahagia bersama keluarga barunya, meninggalkan masa lalu yang penuh pengkhianatan. Semua ini berkat satu tindakan kecil dari seorang anak laki-laki yang dengan tulus berbagi kebaikan di malam Natal.
Pelajaran dari Kisah Ini:
- Satu tindakan kebaikan dapat mengubah hidup seseorang. Seperti yang dilakukan Tom kepada Cameron, sebuah kebaikan kecil bisa membawa perubahan besar dalam hidup seseorang.
- Jadilah orang yang peduli dan murah hati. Tom membantu tanpa mengharapkan imbalan, dan kebaikan itu membawanya ke sebuah keajaiban yang mengubah hidup mereka semua.